Lailatul Qadar, Tepatnya Malam 21 atau 27? -
Lailatul Qadar adalah malam yang diharapkan oleh semua muslim untuk berjumpa dengannya. Harapan mendapatkan lailatul qadar itu sangatlah wajar mengingat keutamaannya, yaitu waktu paling utama yang nilainya lebih baik dari seribu bulan.
Allah SWT berfirman tentang lailatul qadar.
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Tahukah kamu apa lailatul qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu bulan (QS. Al-Qadar : 2-3).
Sayyid Sabiq menjelaskan makna lailatul qadar lebih baik daripada seribu bulan itu dalam Fiqih Sunnah
dengan mengatakan: "Maksudnya adalah, beramal pada malam itu dengan
shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an nilainya lebih utama dari pada
amalan yang sama selama seribu bulan yang tidak memiliki lailatul qadar."
Kapan Turunnya Lailatul Qadar...
Inilah pertanyaannya. Kapankah turunnya lailatul qadar itu?
Inilah pertanyaannya. Kapankah turunnya lailatul qadar itu?
Dalam banyak riwayat kita akan mendapatkan jawaban yang umum bahwa lailatul qadar
turun pada sepuluh hari terakhir. Lebih sempit lagi adalah pada
malam-malam ganjil. Yaitu tanggal 21, 23, 25, 27, atau 29 Ramadhan. Lalu, mengapa judul di atas lebih sempit lagi? Lailatul Qadar, Tepatnya Malam 21 atau 27? Ini dikarenakan adanya sejumlah argumentasi sebagai berikut.
Pertama, lailatul qadar yang
difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Qadar adalah juga malam nuzulul
qur'an atau turunnya wahyu yang pertama, yakni surat Al-Alaq di gua
hira. Setelah diteliti oleh Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury,
didapatkan kesimpulan bahwa malam itu adalah tanggal 21 Ramadhan. Sebab
wahyu pertama "Iqra" itu turun pada hari senin. Sedangkan hari Senin
pada Ramadhan itu jatuh pada tanggal 7, 14, 21 dan 28. Dari keempat
tanggal itu, yang memenuhi syarat malam ganjil pada sepuluh hari
terakhir adalah tanggal 21 Ramadhan tahun pertama kenabian, atau
tepatnya 10 Agustus 610 M. Jadi, lailatul qadar pernah terjadi pada tanggal 21 Ramadhan. Jika setiap tahun, tanggal lailatul qadar itu tetap, fa insya Allah, lailatul Qadar jatuh pada malam 21 Ramadhan.
"Tanggal 21 ini khususnya diyakini oleh para ulama kelompok Syafi'i" kata Yusuf Qardhawi dalam Fiqih Shiam.
Kedua, lailatul qadar dimungkinkan pula jatuh persis pada malam ke-27. Hal ini disinggung dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيَهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِى لَيْلَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ
Barangsiapa ingin mencarinya (lailatul qadar), hendaklah ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh. (HR. Ahmad, dishahihkan Al-Albani)
Hadits di atas diriwayatkan dari Ibnu Umar. Di samping itu, Ubay bin Ka'ab dan Ibnu Abbas juga memegang keyakinan bahwa lailatul qadar terjadi pada malam ke-27. bahkan, Ubay bin Ka'ab pernah bersumpah akan hal itu karena tanda-tanda lailatul qadar yang ia lihat pada malam ke-27 itu.
Jadi, Bagaimana Sebaiknya?
Tentu, bagi yang ingin bersungguh-sungguh mencari lailatul qadar tidak akan membatasi dirinya pada malam 21 atau 27 saja. Sebab, betapapun kuat dalil keduanya, ia bukan satu kepastian yang menjamin bahwa lailatul qadar pasti terjadi pada malam 21 atau 27. Mereka yang ingin lebih dekat kepada Allah, lebih mengikuti sunnah Rasulullah, serta ingin mendapati lailatul qadar hendaklah bersungguh-sungguh pada malam ganjil 10 hari terakhir.
Rasulullah SAW bersabda,
إِنِّى أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ ، وَإِنِّى نُسِّيتُهَا ، وَإِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فِى وِتْرٍ
Sungguh aku diperlihatkan lailatul qadar, kemudian aku dilupakan –atau lupa- maka carilah ia di sepuluh malam terakhir, pada malam-malam yang ganjil. (Muttafaq alaih)
Maka Yusuf Qardhawi pun menyarankan, "Malam-malam ganjil yang dimaksud
dalam hadits di atas adalah malam ke-21, 23, 25, 27 dan 29. bila
masuknya Ramadhan berbeda-beda dari berbagai negara, sebagaimana yang
kita saksikan sekarang, maka malam-malam ganjil di sebagian wilayah
adalah malam genap di wilayah lain. Sehingga untuk hati-hati, carilah lailatul qadar ini di seluruh malam sepuluh terkahir Ramadhan."
Wallaahu a'lam bish shawab. [Muchlisin. Dari berbagai sumber, utamanya Fiqih Sunnah dan Fiqih Shiam]